Tutur Siwaluh adalah konsep kekerabatan masyarakat
suku Karo yang berhubungan dengan kekerabatan atau hubungan keluarga antara
yang satu dengan yang lain misalnya apakah hubungan kekerabatab karena saudara
kandung, saudara semerga, keponakan dan lain sebagainya.
Tutur Siwaluh adalah salah satu yang merupakan bagian
dalam tatanan kehidupan adat istiadat masyarakat suku Karo yang disebut dengan Merga
Silima, Rakut Sitelu , Tutur Siwaluh yang berarti merga suku Karo yang
lima menjadi 3 ikatan tingkatan yang utuh yang saling terkait yang mempunyai
delapan golongan hubungan kekerabatan dalam masyarakat suku Karo, yang untuk
lebih jelas dapat dilihat juga apa yang dimaksud dengan Merga Silima dan Rakut
Sitelu.
Tutur Siwaluh
yang terdiri dari delapan golongan hubungan kekerabatan tersebut adalah sebagai
berikut :
1
|
Sembuyak
|
2
|
Senina
|
3
|
Senina Sepemeren
|
4
|
Senina Siparibanen / Sepengalon / Sendalanen
|
5
|
Anak Beru
|
6
|
Anak Beru Menteri
|
7
|
Kalimbubu
|
8
|
Puang Kalimbubu
|
Adapun yang
dimaksud dengan Tutur Siwaluh tersebut di atas adalah sebagai berikut :
1
|
Sembuyak
|
:
|
Adalah Saudara sekandung karena satu ayah satu ibu
yang disebut Sembuyak (satu buyak / usus).
Dalam hubungan kekerabatan juga
disebut Sembuyak karena ayah mereka saudara kandung.
|
2
|
Senina
|
:
|
Adalah Saudara karena satu kakek
disebut Senina (satu kakek), dapat juga karena kakeknya bersaudara maka semua
keturunannya dalam hubungan kekerabatan disebut Senina.
Dalam hubungan kekerabatan tersebut
dapat juga semua yang bermerga atau sub-merga yang sama disebut Senina.
|
3
|
Senina Sipemeren
|
:
|
Adalah Saudara karena ibunya atau
neneknya saudara kandung disebut Senina Sipemeren, dimana merga mereka dapat
berbeda, hal ini dimungkinkan karena ibunya yang bersaudara dipersunting oleh
pria yang bermerga berbeda dimana anak lelaki dan perempuna mengikuti garis
keturunan sang ayah.
Senina Sipemeren dapat dikatakan tidak
hanya untuk laki-laki tapi juga kepada anak perempuan.
|
4
|
Senina Separibanen
|
:
|
Adalah Saudara karena istri mereka
bersaudara (seayah dan seibu). Oleh sebab itu dapat juga disebut demikian
apabila ibu dari istri mereka juga saudara kandung, disebut Senina
Siparibanen karena Sipemeren
|
5
|
Senina Sepengalon
|
:
|
Adalah Saudara karena keponakannya /
beberena (ulumas) atau anak lelaki saudara perempuannya kawin dengan keluarga
/ merga lain (penerima mas kawin/ pemberi dara) , maka mertuanya tersebut
menjadi saudara dengan pamannya (saudara kandung ibunya), yang disebut dengan
Senina Sepengalon Tukur atau Saudara yang sama-sama menerima mas kawin.
Artinya pada waktu mertuanya (pemberi dara) menerima mas kawin dari keluarga
mempelai pria, sebagian diserahkan kepada paman mempelai pria sebagai bentuk
ikrar / wujud bahwa mereka sekarang bersaudara karena perkawinan tersebut,
yang disebut dengan Senina Sepengalon Tukur (Saudara yang sama-sama menerima
mas kawin).
|
6
|
Senina Sendalanen
|
:
|
Adalah Saudara apabila anak perempuan
paman (saudara laki-laki ibu kita) dipersunting oleh mempelai pria dari
keluarga/ merga/ submerga lain, maka mantu (mempelai pria) paman kita
tersebut sudah menjadi Saudara kita atau bagian dari keluarga paman kita termasuk
semarganya, dimana dia sudah syah menjadi Anak Beru (penerima dara) dari
Kalimbubu (pemberi dara) paman, juga untuk semerga / sub merga paman kita.
Artina untuk sama – sama menjadi Anak Beru (anak penerima dara) paman kita.
Kita dengan mempelai pria disebut Senina Sendalalem atau Saudara seperjalanan
/ satu grup sebagai Anak Beru dari paman kita dan keluarganya semerga/ se
submerga.
|
7
|
Anak Beru
|
:
|
Adalah kelompok yang mempersunting
anak perempuan (penerima dara) dari merga/ submerga yang disebut dengan
Kalimbubu (pemberi dara). Anak Beru disebut kepada mantunya, saudara
sekandung/ semerga/ ayah / neneknya yang telah mempersunting anak perempuan
dari merga/ submerga misalnya Sitepu (pemberi dara), maka kita beserta
keluarga menjadi Anak Beru (penerima dara) dari merga Sitepu (pemberi dara).
|
8a
|
Anak Beru Menteri
|
:
|
Adalah kelompok Anak Beru (penerima
dara) dari butir–7, atau Anak Beru Menteri dari Kalimbubu pada butir-6
tersebut di atas.
|
8b
|
Anak Beru Singukuri /
Singikuri
|
:
:
|
Adalah kelompok Anak Beru (penerima
dara) dari butir–8a, atau Anak Beru Singukuri dari Kalimbubu pada butir-6
tersebut di atas.
|
9
|
Kalimbubu
|
:
|
Adalah kelompok yang paling dihormati
atau disebut juga Dibata ni idah (atau Tuhan yang nampak) oleh sebab itu
tidak boleh dibantah. Kalimbubu adalah kelompok pemberi dara ke pada Anak
Beru (penerima dara), apakah ke kita, saudara, ayah, saudara lelaki ibu kita,
kakek maka kelompok Kalimbubu ini otomatis juga sebagai Kalimbubu kita.
|
10
|
Puang Kalimbubu
|
:
|
Adalah kelompok di atas satu tingkat di
atas Kalimbubu atau butir-9 tersebut di atas atau pemberi dara kepada
kelompok Kalimbubu butir-9, yang juga disebut Dibata ni idah (atau Tuhan yang
namak) oleh sebab itu tidak boleh dibantah. Kelompok ini yang paling tinggi
tingkatannya dalam struktur adat masyarakat suku Karo.
|
Sehubungan dengan “Tutur Siwaluh” tersebut di atas
maka sebagai salah satu yang masih mengaku dan memiliki identitas sebagai Suku
Karo, kita akan dihargai orang (suku Karo) kalau kita juga menghargai orang
lain khususnya sesama suku Karo agar kaidah-kaidah adat istiadat yang berlaku
di masyarakat Suku berjalan dengan sebaik-baiknya. Artinya kita harus menjaga
dan melestarikannya ke anak cucu kita hubungan silaturahmi dengan masyarakat
Karo lainnya sesuai kedudukan kita di masyarakat Karo setiap ada kegiatan baik
yang suka cita maupun dukacita, dimana apakah pada keluarga tersebut posisi
kita sebagai “Kalimbubu” atau sebagai “Sukut/ Senina” atau juga sebagai “Anak
Beru”, dimana posisi kita di setiap keluarga Karo akan selalu berbeda
tergantung hubungan kekerabatan kita dengannya apakah melalui kakek, nenek,
ayah, ibu, saudara laki / perempuan secara langsung akan mempengaruhi posisi /
kedudukan (adat) kita pada keluarga tersebut.
Setiap individu dalam masyarakat Karo, kita dihormati (meherga)
karena kita memiliki/ mempunyai merga (marga) yang diturunkan dari garis
keturunan ayah kita, oleh sebab itu agar kita dihormati dalam adat masyarakat
Karo seyogyanya kita harus menjalankannya tanpa pamrih penuh dengan rasa
persaudaraan dan kasih sayang yaitu dengan cara :
1. Megermet (hati-hati, peka, santun) kepada
semua saudara sekandung, semerga dan seterusnya, kalau posisi kita dalam
keluarga yang melaksanakan pesta perkawinan dan sebagainya atau yang sedang
berduka adalah sebagai “Senina / Sembuyak”, artinya kita harus hadir dalam
acara tersebut, yang apabila kita berhalangan kita harus mewakilkan kepada
istri. Apabila suami istri juga berhalangan, maka seyogyanya keluarga tersebut
menitipkan uang kado / uang duka kepada keluarga lain yang akan menghadiri
acara tersebut. Perlu ditambahkan bahwa dalam masyarakat Karo, salah satu wujud
kasih sayang dan rasa kebersamaan adalah kita memberikan uang sebagai pengganti
kado pada pesta perkawinan atau juga sebagai uang duka kepada keluarga yang
sedang berduka. Hal ini sudah dilaksanakan secara turun temurun dalam
masyarakat Karo.
2. Mehamat (hormat / menghargai) kepada semua
“Kalimbubu/ Puang Kalimbubu”, kalau posisi kita dalam keluarga yang
melaksanakan pesta pesta perkawinan atau yang sedang berduka adalah sebagai
“Senina / Sembuyak”. Artinya “Kalimbubu” saudara kita yang sedang melaksanakan
pesta perkawinan dan sebagainya atau yang sedang berduka adalah juga “Kalimbubu
kita”.
3. Metami (menyayangi) kepada semua “Anak Beru
/ Anak Beru Menteri/ Anak Bermu Singukuri (Singikuri)” kalau posisi kita dalam
keluarga yang melaksanakan pesta pesta perkawinan dan sebagainya atau yang
sedang berduka adalah sebagai “Senina / Sembuyak”. Artinya “Anak Beru” saudara
kita yang sedang melaksanakan pesta perkawinan atau yang sedang berduka adalah
juga “Anak Beru kita”.
Oleh sebab itu
dalam menjalankan adat istiadat masyarakat Karo, kita harus Megermet kepada
Senina/ Sembuyak, Mehamat kepada Kalimbubu dan Metami kepada Anak Beru, yang berarti
setiap ada keluarga yang sedang melaksanakan pesta perkawinan dan sebagainya
atau yang sedang berduka kita harus segera hadir dan ikut mengambil bagian
sesuai dengan posisi/ tingkatan adat (tutur) dalam keluarga tersebut. Apabila
hal ini dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dengan penuh persaudaraan dan
tanpa pamrih niscaya kita juga akan di hargai dan dihormati dalam adat istiadat
masyarakat Karo.(lihat “Rakut Sitelu”).