Kamis, 20 September 2012

TUTUR SIWALUH




Tutur Siwaluh adalah konsep kekerabatan masyarakat suku Karo yang berhubungan dengan kekerabatan atau hubungan keluarga antara yang satu dengan yang lain misalnya apakah hubungan kekerabatab karena saudara kandung, saudara semerga, keponakan dan lain sebagainya.
Tutur Siwaluh adalah salah satu yang merupakan bagian dalam tatanan kehidupan adat istiadat masyarakat suku Karo yang disebut dengan Merga Silima, Rakut Sitelu , Tutur Siwaluh yang berarti merga suku Karo yang lima menjadi 3 ikatan tingkatan yang utuh yang saling terkait yang mempunyai delapan golongan hubungan kekerabatan dalam masyarakat suku Karo, yang untuk lebih jelas dapat dilihat juga apa yang dimaksud dengan Merga Silima dan Rakut Sitelu.
Tutur Siwaluh yang terdiri dari delapan golongan hubungan kekerabatan tersebut adalah sebagai berikut :
1
Sembuyak
2
Senina
3
Senina Sepemeren
4
Senina Siparibanen / Sepengalon / Sendalanen
5
Anak Beru
6
Anak Beru Menteri
7
Kalimbubu
8
Puang Kalimbubu
Adapun yang dimaksud dengan Tutur Siwaluh tersebut di atas adalah sebagai berikut :
1
Sembuyak
:
Adalah Saudara sekandung karena satu ayah satu ibu yang disebut Sembuyak (satu buyak / usus).
Dalam hubungan kekerabatan juga disebut Sembuyak karena ayah mereka saudara kandung.
2
Senina
:
Adalah Saudara karena satu kakek disebut Senina (satu kakek), dapat juga karena kakeknya bersaudara maka semua keturunannya dalam hubungan kekerabatan disebut Senina.
Dalam hubungan kekerabatan tersebut dapat juga semua yang bermerga atau sub-merga yang sama disebut Senina.
3
Senina Sipemeren
:
Adalah Saudara karena ibunya atau neneknya saudara kandung disebut Senina Sipemeren, dimana merga mereka dapat berbeda, hal ini dimungkinkan karena ibunya yang bersaudara dipersunting oleh pria yang bermerga berbeda dimana anak lelaki dan perempuna mengikuti garis keturunan sang ayah.
Senina Sipemeren dapat dikatakan tidak hanya untuk laki-laki tapi juga kepada anak perempuan.
4
Senina Separibanen
:
Adalah Saudara karena istri mereka bersaudara (seayah dan seibu). Oleh sebab itu dapat juga disebut demikian apabila ibu dari istri mereka juga saudara kandung, disebut Senina Siparibanen karena Sipemeren
5
Senina Sepengalon
:
Adalah Saudara karena keponakannya / beberena (ulumas) atau anak lelaki saudara perempuannya kawin dengan keluarga / merga lain (penerima mas kawin/ pemberi dara) , maka mertuanya tersebut menjadi saudara dengan pamannya (saudara kandung ibunya), yang disebut dengan Senina Sepengalon Tukur atau Saudara yang sama-sama menerima mas kawin. Artinya pada waktu mertuanya (pemberi dara) menerima mas kawin dari keluarga mempelai pria, sebagian diserahkan kepada paman mempelai pria sebagai bentuk ikrar / wujud bahwa mereka sekarang bersaudara karena perkawinan tersebut, yang disebut dengan Senina Sepengalon Tukur (Saudara yang sama-sama menerima mas kawin).
6
Senina Sendalanen
:
Adalah Saudara apabila anak perempuan paman (saudara laki-laki ibu kita) dipersunting oleh mempelai pria dari keluarga/ merga/ submerga lain, maka mantu (mempelai pria) paman kita tersebut sudah menjadi Saudara kita atau bagian dari keluarga paman kita termasuk semarganya, dimana dia sudah syah menjadi Anak Beru (penerima dara) dari Kalimbubu (pemberi dara) paman, juga untuk semerga / sub merga paman kita. Artina untuk sama – sama menjadi Anak Beru (anak penerima dara) paman kita. Kita dengan mempelai pria disebut Senina Sendalalem atau Saudara seperjalanan / satu grup sebagai Anak Beru dari paman kita dan keluarganya semerga/ se submerga.
7
Anak Beru
:
Adalah kelompok yang mempersunting anak perempuan (penerima dara) dari merga/ submerga yang disebut dengan Kalimbubu (pemberi dara). Anak Beru disebut kepada mantunya, saudara sekandung/ semerga/ ayah / neneknya yang telah mempersunting anak perempuan dari merga/ submerga misalnya Sitepu (pemberi dara), maka kita beserta keluarga menjadi Anak Beru (penerima dara) dari merga Sitepu (pemberi dara).
8a
Anak Beru Menteri
:
Adalah kelompok Anak Beru (penerima dara) dari butir–7, atau Anak Beru Menteri dari Kalimbubu pada butir-6 tersebut di atas.
8b
Anak Beru Singukuri /
Singikuri
:
:
Adalah kelompok Anak Beru (penerima dara) dari butir–8a, atau Anak Beru Singukuri dari Kalimbubu pada butir-6 tersebut di atas.
9
Kalimbubu
:
Adalah kelompok yang paling dihormati atau disebut juga Dibata ni idah (atau Tuhan yang nampak) oleh sebab itu tidak boleh dibantah. Kalimbubu adalah kelompok pemberi dara ke pada Anak Beru (penerima dara), apakah ke kita, saudara, ayah, saudara lelaki ibu kita, kakek maka kelompok Kalimbubu ini otomatis juga sebagai Kalimbubu kita.
10
Puang Kalimbubu
:
Adalah kelompok di atas satu tingkat di atas Kalimbubu atau butir-9 tersebut di atas atau pemberi dara kepada kelompok Kalimbubu butir-9, yang juga disebut Dibata ni idah (atau Tuhan yang namak) oleh sebab itu tidak boleh dibantah. Kelompok ini yang paling tinggi tingkatannya dalam struktur adat masyarakat suku Karo.
Sehubungan dengan “Tutur Siwaluh” tersebut di atas maka sebagai salah satu yang masih mengaku dan memiliki identitas sebagai Suku Karo, kita akan dihargai orang (suku Karo) kalau kita juga menghargai orang lain khususnya sesama suku Karo agar kaidah-kaidah adat istiadat yang berlaku di masyarakat Suku berjalan dengan sebaik-baiknya. Artinya kita harus menjaga dan melestarikannya ke anak cucu kita hubungan silaturahmi dengan masyarakat Karo lainnya sesuai kedudukan kita di masyarakat Karo setiap ada kegiatan baik yang suka cita maupun dukacita, dimana apakah pada keluarga tersebut posisi kita sebagai “Kalimbubu” atau sebagai “Sukut/ Senina” atau juga sebagai “Anak Beru”, dimana posisi kita di setiap keluarga Karo akan selalu berbeda tergantung hubungan kekerabatan kita dengannya apakah melalui kakek, nenek, ayah, ibu, saudara laki / perempuan secara langsung akan mempengaruhi posisi / kedudukan (adat) kita pada keluarga tersebut.
Setiap individu dalam masyarakat Karo, kita dihormati (meherga) karena kita memiliki/ mempunyai merga (marga) yang diturunkan dari garis keturunan ayah kita, oleh sebab itu agar kita dihormati dalam adat masyarakat Karo seyogyanya kita harus menjalankannya tanpa pamrih penuh dengan rasa persaudaraan dan kasih sayang yaitu dengan cara :
1. Megermet (hati-hati, peka, santun) kepada semua saudara sekandung, semerga dan seterusnya, kalau posisi kita dalam keluarga yang melaksanakan pesta perkawinan dan sebagainya atau yang sedang berduka adalah sebagai “Senina / Sembuyak”, artinya kita harus hadir dalam acara tersebut, yang apabila kita berhalangan kita harus mewakilkan kepada istri. Apabila suami istri juga berhalangan, maka seyogyanya keluarga tersebut menitipkan uang kado / uang duka kepada keluarga lain yang akan menghadiri acara tersebut. Perlu ditambahkan bahwa dalam masyarakat Karo, salah satu wujud kasih sayang dan rasa kebersamaan adalah kita memberikan uang sebagai pengganti kado pada pesta perkawinan atau juga sebagai uang duka kepada keluarga yang sedang berduka. Hal ini sudah dilaksanakan secara turun temurun dalam masyarakat Karo.
2. Mehamat (hormat / menghargai) kepada semua “Kalimbubu/ Puang Kalimbubu”, kalau posisi kita dalam keluarga yang melaksanakan pesta pesta perkawinan atau yang sedang berduka adalah sebagai “Senina / Sembuyak”. Artinya “Kalimbubu” saudara kita yang sedang melaksanakan pesta perkawinan dan sebagainya atau yang sedang berduka adalah juga “Kalimbubu kita”.
3. Metami (menyayangi) kepada semua “Anak Beru / Anak Beru Menteri/ Anak Bermu Singukuri (Singikuri)” kalau posisi kita dalam keluarga yang melaksanakan pesta pesta perkawinan dan sebagainya atau yang sedang berduka adalah sebagai “Senina / Sembuyak”. Artinya “Anak Beru” saudara kita yang sedang melaksanakan pesta perkawinan atau yang sedang berduka adalah juga “Anak Beru kita”.
Oleh sebab itu dalam menjalankan adat istiadat masyarakat Karo, kita harus Megermet kepada Senina/ Sembuyak, Mehamat kepada Kalimbubu dan Metami kepada Anak Beru, yang berarti setiap ada keluarga yang sedang melaksanakan pesta perkawinan dan sebagainya atau yang sedang berduka kita harus segera hadir dan ikut mengambil bagian sesuai dengan posisi/ tingkatan adat (tutur) dalam keluarga tersebut. Apabila hal ini dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dengan penuh persaudaraan dan tanpa pamrih niscaya kita juga akan di hargai dan dihormati dalam adat istiadat masyarakat Karo.(lihat “Rakut Sitelu”).